Senin, 02 Maret 2009

Sayap


22 Januari 2009

Jika kita tengah kehilangan sebuah sayap untuk terbang,
maka percayalah,
kau tetap bisa terbang.
Mengangkasa.

Sebab orang-orang di sekelilingmu siap menjadi sayap bagimu.
Keluargamu.Sahabatmu.Temanmu.
Siap menjadi sayap yang lain.

Pun tidak kau temukan sesiapa.
Percayalah, Tuhanmu selalu siap untukmu.
membantumu terbang dan mengangkasa.
Untuk memuja-Nya.

@Gramed Cijantung, 19.04, setelah membaca buku Asma Nadia.
Bagi saya, kita tidak perlu terbang hanya dengan satu sayap, sebab ada banyak sayap yang Alloh sediakan untuk kita.

Dunia saya saat ini


Setelah memutuskan untuk keluar dari kantor. Saya merasakan banyak perubahan dalam diri saya. Soal pandangan saya melihat dunia. Dahulu saya melihat bahwa kontribusi maksimal yang bisa saya berikan terhadap Islam dan Indonesia adalah lewat kantor saya. Tapi ternyata tidak. Perjalanan saya beberapa kali ke Lampung kemarin membuat saya benar-benar sadar akan kesalahan saya. Juga rencana-rencana besar yang akan saya lakukan di masa mendatang, membuat saya sadar, saya tidak akan dapat melakukan rencana tersebut jika saya masih di kantor.

Maka, dunia saya saat ini adalah dunia ketidakpastian. Dunianya petualang. Hehehe, narsis (emang). Saya terkadang masih saja tidak percaya bisa berada di sebuah tempat, namun dalam ketidakpercayaan itu, saya sudah harus berpindah ke tempat yang lain. Tapi yang jelas, saya cinta dengan dunia saya saat ini. Saya seolah-olah kura-kura yang keluar dari cangkang. Saya cuma bisa bilang : Thank U Alloh, I Love U, untuk semua takdir ini...

Lelaki Menangis

Malam itu aku mendengar bahwa ia menangis.
Katanya hingga sesenggukan.
Maka kemudian, aku menghampirinya.
Kulihat matanya merah, bahkan menjadi sipit menggendut.
Tanda bahwa ia benar-benar habis menangis.

Dengan lembut, aku duduk di sisinya.
Aku katakan padanya "I Love You".
Ia terdiam menatapku.

Aku tahu, sebentar lagi akan ada bulir-bulir air keluar dari mataku.
Maka kutundukkan kepalaku.
Menangis sepuasnya.

Aku paling tidak suka melihat lelaki menangis.
Bagiku itu menandakan kecengengan.
Tapi itu dulu.
Ternyata aku tidak suka melihat lelaki menangis, karena aku akan ikut pula menangis.

Jangan pernah menangis lagi ya.
Aku berkatanya padanya, tapi hanya dalam hati.
Jangan pernah menangis lagi ya, ayahku.
Sebab aku tidak akan pernah kuat melihatmu menangis.
Mendengarmu menangis saja, aku sudah mau menangis.

Jangan pernah menangis lagi ya, ayahku.
Sungguh, aku mencintaimu dengan sangat.
Maka, hapuslah seluruh dukamu dengan cinta dariku.
Jangan biarkan lagi air matamu tumpah.
Sungguh.

2 Maret 2009 (tentang suatu hari, saat kudengar kau menangis)

Kakak dan adik




Dalam perjalanan saya ke Lampung, saya melihat sebuah adegan yang menyentuh hati saya. Bagia sebagian orang mungkin biasa, tapi bagi saya sangat spesial. Saya melihat seorang kakak mengemong adiknya dengan sangat ceria. Dia seolah-olah hanya berada di dunia ini berdua saja. Ia dan adiknya. Hiruk-pikuknya dunia saat itu, seolah ia tinggalkan. Susahnya hidup ia lupakan sesat. Ya, bagaimana tidak, mata bening anak kecil adalah setes embun syurga di tengah keringnya dunia.

Mengantar Lulu


Sabtu, 28 Maret 2009

Hari ini Lulu akan bernagkat ke mesir. Saya dimintanya mengantar ke bandara. Sebab bunda dan ayahnya tidak dapat mengantar. Sayapun tidak kuasa menolak. "Mumpung lo di Jakarta Pit, lo satu2nya temen gw yang nganggur...yang lain pada kerja, sopi lagi hamil", begitu kurang lebih kata-katany (hiks...hiks...emang si lagi balik bentar ke jakarta, dan bener juga...saya menganggur).

Di perjalanan menuju bandara saya sedikit ketar-ketir tidak akan bertemu Lulu di bandara. Sebab saya berangkat dari rumah agak siang, ditambah jalanan yang sedikit macet, bis damri juga telat berangkatnya. Sepertinya sulit untuk bertemu Lulu. Maka kemudian, ketika hujan deras menemani perjalanan saya, saya berdo'a agar saya berjodoh dengan Lulu di bandara.

Alhamdulillah, saya bertemu Lulu di bandara. Bersukurnya. Senangnya. Tidak ada acara isak-tangis dalam penghantaran Lulu. Wajar, mengingat Lulu adalah orang uang sulit menangis. Bahkan saya bersalaman hanya sekali. Saya juga tidak mau berbanyak-banyak salaman, kecupan, atau apalah yang menandakan perpisahan. Sebab bagi saya ini bukan perpisahan. Ini adalah awalan untuk pertemuan selanjutnya. Momentum bagi saya untuk merealisasikan mimpi saya. Lagipula dua tahun lagi kita bertekad akan mengadakan reuni di Mekkah (Allohumma amiiin). Maka meskipun kita berpencar saat ini, namun tidaklah berarti kita benar-benar terpisah. Sebab mimpi dan cita-cita masih satu, berpadu meski dalam keterpisahan kita. Hati kita masih satu...Persaudaraan kita masih satu...Dan semoga Alloh senantiasa menyatukan kita, hati kita, mimpi kita, langkah kita, cinta kita.